Njagakake Endhoge Si Blorok

lll

Ketika sesuatu yang sangat kita inginkan, dan kita yakini akan lekas beri pengharapan. Namun, ternyata justru berbalik kisah dan hanya tinggal bayangan kenangan. Mengharapkan sesuatu yang masih di ambang ketidakjelasan itu seperti membuang detik, dan menit jam secara percuma.

Bukan suatu hal yang tak dapat dipungkiri jika seseorang itu mengharapkan sesuatu yang belum jelas kemungkinannya. Ini hanyalah sebuah perkiraan dan keyakinan yang berlebih saja yang dialami setiap manusia. Dan bukanlah yang berlebihan itu tidak dianjurkan oleh agama islam. Mending yang sedang-sedang saja, asalkan bermakna.

Pernah kejadian yang mungkin saja sepele, tapi berakibat yang kurang lebih bisa membuat resah semalaman. Suatu malam bapak menghadiri undangan tahlilan, dan saat itu juga makanan untuk santap malam telah habis. Seluruh anggota keluarga yang terdiri dari lima orang. Semuanya sudah merasa kenyang, dan tinggal aku yang belum makan semenjak sore hari, aku berpikir bapak akan pulang membawa nasi hasil dari genduri, karena sisa makanan tadi sore telah disantap habis oleh kakakku hanya gara-gara aku tak mau makan dan bersikeras menunggu Bapak pulang.

“Nduk, tak boleh begitu. Ibaratnya, ‘njagakake endhoge si blorok’ dan ibu nggak suka itu!” nasehat ibu yang kuanggap hanya angin lalu.

Beberapa jam kemudian bapak pulang, tapi dari langkah kejauhan tak kulihat tentengan sebuah kresek hitam yang biasanya selalu berada di tangannya setelah habis genduri. Saat beliau memasuki rumah, buru-buru aku mendekatinya dan bertanya dengan keheranan.

“Mana berkat-nya, pak?” kataku dengan segera.

Lantas beliau mengeluarkan sesuatu dari saku depannya, dan memberikannya kepadaku.

Aku hanya melongo sebentar, dan menatap tak percaya sesuatu yang sudah berada di tanganku. Hanyalah sebungkus kacang asin dan aku hanya menatapnya miris, padahal cacing yang ada dalam perutku sedang meronta-ronta dan memekik garang.

Akhirnya aku hanya menggerutu antara kesal pada diriku sendiri, dan kepada kacang asin yang tak akan membuatku kenyang malam ini. Karena tadi sore aku memang sempat menolak untuk dibuatkan makanan lagi, dan kini sudah larut malam, tak ada makanan secuil pun di dapur.

Teringat nasehat ibu yang sempat kuabaikan tadi, yang intinya njagakake barang kang durung mesti ana lan orane. Nah! Kalau sudah begini hanya resah dan pengharapan yang tiada berbalas, penuh ratapan dan penyesalan saja yang tersisa.

Hal ini tentu pernah terjadi pada beberapa kejadian berbeda namun intinya sama bukan! Seperti ketika memberikan sedekah kepada seseorang, dan kita mengharapkan ada sebuah timbal balik untuk diberikannya kepada kita. Namun, ketika keyakinan yang kuat belum tentu dibarengi dengan sebuah keikhlasan ketika memberinya. Jadinya hanya sebuah pengharapan yang samar saja.

Mengharapkan sesuatu yang belum tentu adanya itu bisa berkaitan dengan perbuatan yang namanya ikhlas serta niat yang tulus. Ikhlas itu adalah suatu kondisi yang mudah untuk diucapkan, akan tetapi untuk mewujudkan dan memperolehnya memerlukan pelatihan secara terus menerus.

Seseorang yang bisa berbuat ikhlas itu adalah sesuatu yang bisa menentramkan hati, jiwa dan nurani selalu nyaman entah dengan apa yang dilakukan, dengan niat yang tulus serta tak mengharapkan balasan atau imbalan apapun.

Ada hadis yang berbunyi, “Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya.” Nah, dengan niat yang tulus serta hati yang ikhlas tentu akan menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat dan bermakna. Dengan melatih pribadi secara terus-menerus tentulah akhlak akan terlatih dengan seiring berjalannya waktu. ***

Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati

 kontes sadar hati

12 respons untuk ‘Njagakake Endhoge Si Blorok

Tinggalkan komentar